Halaman

Rabu, 25 Agustus 2010

Syekh Nawawi Al-Bantany

Syekh Nawawi dilahirkan pada tahun 1230 Hijriyah (1815 Masehi) di desa Tanara, Banten. Ayahnya, Umar Ibnu Arabi ada1ah penghulu kecamatan di Tanara. Beliau mengajar sendiri putera-puteranya (Nawawi, Tamim dan Ahmad) pengetahuan dasar dalam bahasa Arab, fiqh, dan tafsir. Ketiga putera tersebut kemudian melanjutkan pelajarannya kepada Kyai Sahal (masih di daerah Banten). Setelah itu mereka melanjutkan lagi pelajaran di Purwakarta kepada Kyai Yusuf, seorang kyai terkena yang menarik santri-santri dari daerah-daerah jauh di seluruh Jawa, terutama dari daerah Jawa Barat waktu itu. Kemudian mereka melakukan ibadah haji sewaktu masih muda. Syekh Nawawi waktu itu berumur 15 tahun dan tingga1 di Mekkah selama 3 tahun. Rupanya kehidupan intelektual di Mekkah sangat menarik hati Nawawi, sebab tidak lama setelah ia tiba di Banten ia kemudian belajar lagi ke Mekkah dan tinggal di sana seterusnya sampai meninggalnya.
Di Mekkah, antara tahun 1830-1860 , Syekh Nawawi belajar di bawah bimbingan ulama terkenal, antara lain Khatib Sambas, Abdulgani Bima, Yusuf Sumbulaweni, Nahrawi dan Abdulhamid Daghestani Antara 1860-1870 ia mengajar di Masjid Haram dalam waktunya yang senggang, sebab antara tahun-tahun tersebut Nawawi sudah secara aktif menulis buku-buku. Tetapi setelah tahun 1870 ia memusatkan ,aktivitasnya untuk menulis. Nawawi seorang yang produktif dan berbakat; tulisan-tulisannya meliputi karya pendek yang berisi tentang pedoman-pedoman ibadah sampai kepada tafsir Qur'an yang cukup tebal yang terdiri dan 2 jilid, yang diterbitkan di Mesir tahun 1887. Sarkis menyebutkan 38 karya Syekh Nawawi yang penting. 23 Beberapa contoh karya Nawawi yang penting yang terbit di Mesir antara lain :
  1. Syarah AI-Jurumiyyah, isinya tata bahasa Arab, terbit tahun 1881. 
  2. Lubab AI-Bayan (1884). 
  3. DhariyatAI-Yaqin; isinya tentang doktrin-doktrin Islam, dan me- rupakan komentar atas karya Syekh Sanusi, terbit 1886. 
  4. Fathul Mujib. Buku ini merupakan komentar atas karya Adurr Al-farid, karya Syekh Nahrawi (guru Nawawi) yang terbit tahun 1881, dan 3 buah buku lagi yang berisi, selain doktrin-doktrin pokok, uraian tentang lima bagian-bagian penting daripada hukum Islam, dan lima rukun Islam.
  5. Dua jilid komentar tentang syair maulid karya Al Barzanji. Karya ini sangat penting sebab selalu dibacakan dalam perayaan-perayaan Maulid.  
  6. Syarah Isro'Miraj juga karangan Al Barzanji.
  7. Syarah tentang syair Asmaul Husna. 
  8. Syarah Manasik Haji karangan Syarbini yang terbit tahun 1880.
  9. Syarah Suluk AI-Jiddah (1883). 
  10. Syarah Sullam AI-Munajah (1884) yang membahas tentang berbagai persoalan ibadah. (Buku asli no.9 dan 10 dikarang oleh Syekh Hadrami).  
  11. Tafsir murah Labib.
Di samping itu Syekh Nawawi juga menu1is pembahasan secara meluas tentang usul fiqh dan fiqh. Seperti nampak da1am contoh-contoh di atas, karya-karya Syekh Nawawi hampir kesemuanya merupakan pembahasan lebih jauh atas karya pengarang-pengarang besar yang mendahuluinya. Syekh Nawawi menjadi terkenal dan dihormati karena keahliannya menerangkan kata-kata dan kalimat-kalimat Arab yang artinya tidak jelas atau sulit dimengerti yang tertulis dalam syair terkenal yang bernafaskan keagamaan. Kemasyhuran Syekh Nawawi dikenal secara luas di hampir seluruh dunia Arab. Karya-karyanya banyak beredar terutama di negara-negara yang menganut faham Syafiiyyah. Di Kairo ia sangat terkenal. Buku tafsirnya Murah Labib yang terbit di sana diakui mutunya dan memuat persoalan-persoalan penting sebagai hasil diskusi dan perdebatannya dengan ulama Al Azhar. Demikian terkenalnya nama Syekh Nawawi sehingga dalam cetakan tafsir tersebut ia diberi julukan "Sayyid ulama al Hijaz " yang artinya "pemimpin para ulama Hijaz ".
Di Indonesia Syekh Nawawi tentu saja sangat terkenal. la menjadi kebanggaan sebagai seorang putera Indonesia yang kealimannya diakui di dunia Arab. Semua buku-buku yang disebutkan di atas secara luas dipelajari di pesantren-pesantren Jawa. Perlu ditekankan di sini, walaupun Syekh Nawawi tidak mengikuti Syekh Sambas memimpin sebuah organisasi tarekat, namun ia tidak melepaskan ikatan intelektual dan spiritualnya dengan Syekh Sambas. Dengan kata lain, Syekh Nawawi. tidak menolak praktek-praktek tarekat selama tarekat tersebut tidak mengajarkan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran- ajaran Islam. Sikap Syekh Nawawi inilah yang menyebabkan nama- nya di Jawa tetap harum sampai sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kritik dan saran amat kami harapkan. Terima kasih

Apa komentar Anda?

Pengikut